Kamis, 19 September 2013

Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan Dengan Menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)

Bisnis usaha budidaya ikan akhir-akhir ini dirasakan semakin menjanjikan, apabila diusahakan dengan serius atau sungguh-sungguh usaha ini dapat memberikan penghasilan yang sangat besar bagi para pelaku budidaya ikan air tawar. Hal ini didukung dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin baik, sehingga berpengaruh terhadap pilihan menu makanan yang dikonsumsinya.
Ikan segar adalah salah satu menu yang dipilih oleh masyarakat karena selain kaya protein, mineral dan vitamin, ternyata ikan memiliki keunggulan karena rendah kolestrol dan lemak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada saat ini diprediksi sudah mulai terjadi pergesaran yang semakin besar terhadap pilihan menu makanan berprotein tinggi asal daging merah ke menu makanan berprotein tinggi daging putih atau ikan. Berdasarkan hal tersebut, prospek pasar komoditas hasil perikanan akan semakin baik dan menjadi menu utama masyarakat global.
Dengan melihat peluang pasar yang begitu besar dan terbuka luas tersebut maka memilih usaha budidaya ikan tidak akan khawatir dan kesulitan dalam memasarkan ikan hasil budidayanya. Namun demikian usaha budidaya ikan bukan berarti tidak memiliki berbagai kendala dan tantangan, seperti adanya serangan atau wabah hama penyakit ikan, pencemaran perairan baik yang berasal dari limbah domestik, pertanian maupun industri yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerugian bagi para pelaku usaha budidaya ikan.
Hama dan penyakit yang dapat menyerang ikan budidaya dapat berasal dari jamur, parasit, bakteri maupun virus. Hama dan penyakit ikan biasanya muncul dan menyerang ikan budidaya apabila kondisi lingkungan perairan dimana ikan dibudidayakan berada pada kondisi yang ekstrim seperti; perubahan temperature air yang sangat ekstrim, perubahan struktur pH air yang ekstrim, perubahan tingkat kesadahan air yang ekstrim, perubahan salinitas air yang esktrim dan berbagai perubahan parameter air lainnya yang sangat ekstrim sehingga berpengaruh terhadap keseimbangan proses metabolisme pada tubuh ikan yang akan menyebabkan menurunya daya tahan tubuh ikan dan akhirnya menjadi lemah, dan pada kondisi tersebut berbagai jenis penyakit dapat dengan mudah menyerang ikan yang sedang budidayakan
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) atau yang lazim dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Good Aquacultur Practice (GAP) adalah sistem atau metoda cara budidaya ikan yang dikendalikan dari faktor-faktor eksternal yang dapat bersifat merugikan dengan menerapkan cara budidaya dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan termasuk dalam proses cara memanennya agar dihasilkan kualitas mutu produk ikan hasil budidaya dengan kualitas yang baik.
CBIB Senjata Ampuh Pengendalian Penyakit Ikan
Kunci utama dalam pengendalian hama dan penyakit ikan adalah melalui penerapan biosecurity yang menjadi salah satu bagian dari prinsip CBIB disamping aspek keamanan pangan (food safety) dan ramah lingkungan (eviromental friendly). Keamanan biologi atau lebih dikenal dengan Biosecurity merupakan upaya mencegah atau mengurangi peluang masuknya penyakit ikan ke suatu sistem budidaya dan mencegah penyebaran dari satu tempat ke tempat lain yang masih bebas. Namun demikian secara umum pada kenyataannya prinsip biosecurity belum sepenuhnya diterapkan pada kegiatan budidaya ikan. Kondisi ini berbanding terbalik jika dibandingkan pola manajemen budidaya ikan yang dilakukan di negara asing yang teknologi budidaya ikannya sudah sangat maju seperti: Thailand, China dan Jepang prinsip biosecurity menjadi pertimbangan utama sebagai penentu keberhasilan budidaya ikan. Pembudidaya seringkali belum menyadari bahwa pengelolaan air bukan hanya dilakukan pada air yang masuk, namun pengelolaan air buangan budidayapun yang sangat penting untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ikan terhadap lokasi budidaya disekitarnya. Mempertimbangkan fenomena di atas maka “society awareness” perlu ditanamkan terhadap para pembudidaya ikan, sehingga ada komitmen dan tanggungjawab bersama dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan masuknya hama dan penyakit serta kemungkinan dampak penyebaran terhadap lingkungan budidaya disekitarnya.
Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab munculnya penyakit ikan sehingga menyebabkan kegagalan panen antara lain:
1. Kualitas benih yang rendah dan sudah terinfeksi penyakit
2. Kondisi Lingkungan tempat budidaya ikan meliputi sumber air berkualitas rendah dan terkontaminasi oleh pathogen penyebab penyakit ikan
3. Pengelolaan lingkungan tambak/kolam selama pemeliharan yang kurang baik menyebabkan kualitas lingkungan perairan berkualitas rendah dan terjadi fluktuasi kualitas lingkungan perairan yang luas selama proses pemeliharaan menyebabkan ikan mengalami stress sehingga kondisi ikan melemah, yang pada akhirnya mudah terserang penyakit.
Ditambahkan, bahwa Penyebaran penyakit ikan ini akan lebih cepat bila tataletak dan konstruksi antar petak tambak atau kolam dalam kondisi kurang baik. Konstruksi pematang yang tidak kedap sehingga menyebabkan air yang terinfeksi penyakit rembes/bocor mengalir masuk pada petak pembesaran ikan lainnya sehingga menyebabkan penularan. Penggunaan saluran inlet dan outlet secara bersamaan dengan pengaturan pengelolaan air yang tidak baik , dapat menyebabkan buangan air dari petak tambak yang terserang penyakit menular pada perairan yang digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan budidaya di kawasan tambak lainnya.
Salah satu konsep yang saat ini telah diterapkan adalah melalui penerapan CBIB/BMPs dengan model cluster. Model ini diharapkan mampu meminimalisir serangan dan penyebaran penyakit. Ada lima prinsip dasar CBIB/BMPs untuk budidaya ikan guna mengantipasi serangan penyakit serta menjamin keamanan pangan (food safety) produk udang, yaitu :
1. Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas ikan yang dibudidayakan meliputi system irigasi baik, kualitas tanah dasar tidak tanah masam, konstruksi tambak kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
2. Musim tebar yang tepat dan serentak pada tambak/kolam dalam kawasan/cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds),
3. Penerapan bioskurity secara maksimal dengan menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon (resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
4. Menjaga kestabilan lingkungan tambak/kolam selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen terlarut pada dasar tambak/kolam dan pengelolaan pakan.
5. Memaksimalkan produk hasil perikanan yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Antisipasi Dini Penyakit melalui Kebijakan Analisis Resiko Impor (Import Risk Analysis)
Penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat akibat serangan virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi udang dan produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang untuk masuk ke Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak terhadap kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya. Kebijakan Analisa Resiko Impor (Import Risk Analysis) untuk komoditas udang baik dalam bentuk induk, benih maupun produk dimaksudkan untuk menilai resiko terbawanya hama penyakit udang ke Indonesia dikaitkan dengan importasi secara objektif dan transparan sehingga tindakan kesehatan ikan dapat dijustifikasi secara alamiah. Perjanjian WTO (World Trade Organization) mengenai tindakan Sanitary and Phystosanitary (SPS agreement) mengakui secara sah penerapan tindakan-tindakan yang ditermpuh suatu negara untuk melindungi manusia dan hewan terhadap resiko masuknya penyakit.
Analisis Resiko Impor dapat diberlakukan terhadap negara anggota OIE (Office International des Epizooties) atau Badan Kesehatan Hewan Dunia, yaitu meliputi a) jenis atau strain/varietas ikan baru; b) produk perikanan baru; c) jenis ikan berbahaya; d) ikan dan produk perikanan dari negara asal yang memiliki penyakit baru; e) ikan dan produk perikanan dari negara asal yang sedang terkena wabah; f) pertama kali masuk dari suatu negara. Sedangkan bagi negara yang bukan anggota OIE larangan impor dapat diberlakukan terhadap semua produk.
Harapan itu masih ada dan kian terbuka
Lika-liku perkembangan usaha budidaya ikan dengan segenap kompleksitas permasalahan yang mendera pada kenyataannya telah memberikan pelajaran berharga kepada kita stakeholders bahwa semua itu terletak pada kurang pedulinya pelaku usaha budidaya terhadap manajemen budidaya yang lestari dan berkelanjutan. Peningkatan produksi secara besar-besaran akan memicu masalah baru jika pengelolaan budidaya tidak memperhatikan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Ya, mungkin kita harus berlapang dada untuk kembali menuruti pribahasa bahwa “Kegagalan adalah Pengalaman Berharga”.
Konkritnya saat ini bagaimana kegagalan dimasa lalu tersebut tidak menjadi preseden buruk dan terulang pada saat ini dan yang akan datang melalui upaya kerja keras dalam melakukan perubahan secara signifikan melalui penerapan pola manajemen budidaya berkelanjutan (Sustainable Aquaculture). Pembinaan dan sosialisasi pentingnya penerapan teknologi anjuran berbasis CBIB perlu terus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan bukan hanya sebagai tanggungjawab Pemerintah melainkan stakeholders lain dapat secara langsung terlibat dalam upaya yang sama. Kegiatan semisal Temu Lapang merupakan bentuk komitmen pemerintah yang diharapkan akan mampu menumbuh kembangkan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) yang mampu menerapkan standar dan teknologi anjuran untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang berdaya saing.
Komitmen dan konsistensi pelaku usaha budidaya dalam menerapkan prinsip-prinsip CBIB dalam semua tahapan proses produksi mutlak perlu ditanamkan dan diimplementasikan secara nyata, jika tidak ingin masuk ke lubang yang sama, saatnya menatap masa depan bisnis perikanan yang lebih baik.
(sumber: dkp kalbar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar