Kamis, 19 September 2013

Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan Dengan Menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)

Bisnis usaha budidaya ikan akhir-akhir ini dirasakan semakin menjanjikan, apabila diusahakan dengan serius atau sungguh-sungguh usaha ini dapat memberikan penghasilan yang sangat besar bagi para pelaku budidaya ikan air tawar. Hal ini didukung dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin baik, sehingga berpengaruh terhadap pilihan menu makanan yang dikonsumsinya.
Ikan segar adalah salah satu menu yang dipilih oleh masyarakat karena selain kaya protein, mineral dan vitamin, ternyata ikan memiliki keunggulan karena rendah kolestrol dan lemak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada saat ini diprediksi sudah mulai terjadi pergesaran yang semakin besar terhadap pilihan menu makanan berprotein tinggi asal daging merah ke menu makanan berprotein tinggi daging putih atau ikan. Berdasarkan hal tersebut, prospek pasar komoditas hasil perikanan akan semakin baik dan menjadi menu utama masyarakat global.
Dengan melihat peluang pasar yang begitu besar dan terbuka luas tersebut maka memilih usaha budidaya ikan tidak akan khawatir dan kesulitan dalam memasarkan ikan hasil budidayanya. Namun demikian usaha budidaya ikan bukan berarti tidak memiliki berbagai kendala dan tantangan, seperti adanya serangan atau wabah hama penyakit ikan, pencemaran perairan baik yang berasal dari limbah domestik, pertanian maupun industri yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerugian bagi para pelaku usaha budidaya ikan.
Hama dan penyakit yang dapat menyerang ikan budidaya dapat berasal dari jamur, parasit, bakteri maupun virus. Hama dan penyakit ikan biasanya muncul dan menyerang ikan budidaya apabila kondisi lingkungan perairan dimana ikan dibudidayakan berada pada kondisi yang ekstrim seperti; perubahan temperature air yang sangat ekstrim, perubahan struktur pH air yang ekstrim, perubahan tingkat kesadahan air yang ekstrim, perubahan salinitas air yang esktrim dan berbagai perubahan parameter air lainnya yang sangat ekstrim sehingga berpengaruh terhadap keseimbangan proses metabolisme pada tubuh ikan yang akan menyebabkan menurunya daya tahan tubuh ikan dan akhirnya menjadi lemah, dan pada kondisi tersebut berbagai jenis penyakit dapat dengan mudah menyerang ikan yang sedang budidayakan
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) atau yang lazim dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Good Aquacultur Practice (GAP) adalah sistem atau metoda cara budidaya ikan yang dikendalikan dari faktor-faktor eksternal yang dapat bersifat merugikan dengan menerapkan cara budidaya dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan termasuk dalam proses cara memanennya agar dihasilkan kualitas mutu produk ikan hasil budidaya dengan kualitas yang baik.
CBIB Senjata Ampuh Pengendalian Penyakit Ikan
Kunci utama dalam pengendalian hama dan penyakit ikan adalah melalui penerapan biosecurity yang menjadi salah satu bagian dari prinsip CBIB disamping aspek keamanan pangan (food safety) dan ramah lingkungan (eviromental friendly). Keamanan biologi atau lebih dikenal dengan Biosecurity merupakan upaya mencegah atau mengurangi peluang masuknya penyakit ikan ke suatu sistem budidaya dan mencegah penyebaran dari satu tempat ke tempat lain yang masih bebas. Namun demikian secara umum pada kenyataannya prinsip biosecurity belum sepenuhnya diterapkan pada kegiatan budidaya ikan. Kondisi ini berbanding terbalik jika dibandingkan pola manajemen budidaya ikan yang dilakukan di negara asing yang teknologi budidaya ikannya sudah sangat maju seperti: Thailand, China dan Jepang prinsip biosecurity menjadi pertimbangan utama sebagai penentu keberhasilan budidaya ikan. Pembudidaya seringkali belum menyadari bahwa pengelolaan air bukan hanya dilakukan pada air yang masuk, namun pengelolaan air buangan budidayapun yang sangat penting untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ikan terhadap lokasi budidaya disekitarnya. Mempertimbangkan fenomena di atas maka “society awareness” perlu ditanamkan terhadap para pembudidaya ikan, sehingga ada komitmen dan tanggungjawab bersama dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan masuknya hama dan penyakit serta kemungkinan dampak penyebaran terhadap lingkungan budidaya disekitarnya.
Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab munculnya penyakit ikan sehingga menyebabkan kegagalan panen antara lain:
1. Kualitas benih yang rendah dan sudah terinfeksi penyakit
2. Kondisi Lingkungan tempat budidaya ikan meliputi sumber air berkualitas rendah dan terkontaminasi oleh pathogen penyebab penyakit ikan
3. Pengelolaan lingkungan tambak/kolam selama pemeliharan yang kurang baik menyebabkan kualitas lingkungan perairan berkualitas rendah dan terjadi fluktuasi kualitas lingkungan perairan yang luas selama proses pemeliharaan menyebabkan ikan mengalami stress sehingga kondisi ikan melemah, yang pada akhirnya mudah terserang penyakit.
Ditambahkan, bahwa Penyebaran penyakit ikan ini akan lebih cepat bila tataletak dan konstruksi antar petak tambak atau kolam dalam kondisi kurang baik. Konstruksi pematang yang tidak kedap sehingga menyebabkan air yang terinfeksi penyakit rembes/bocor mengalir masuk pada petak pembesaran ikan lainnya sehingga menyebabkan penularan. Penggunaan saluran inlet dan outlet secara bersamaan dengan pengaturan pengelolaan air yang tidak baik , dapat menyebabkan buangan air dari petak tambak yang terserang penyakit menular pada perairan yang digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan budidaya di kawasan tambak lainnya.
Salah satu konsep yang saat ini telah diterapkan adalah melalui penerapan CBIB/BMPs dengan model cluster. Model ini diharapkan mampu meminimalisir serangan dan penyebaran penyakit. Ada lima prinsip dasar CBIB/BMPs untuk budidaya ikan guna mengantipasi serangan penyakit serta menjamin keamanan pangan (food safety) produk udang, yaitu :
1. Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas ikan yang dibudidayakan meliputi system irigasi baik, kualitas tanah dasar tidak tanah masam, konstruksi tambak kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
2. Musim tebar yang tepat dan serentak pada tambak/kolam dalam kawasan/cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds),
3. Penerapan bioskurity secara maksimal dengan menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon (resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
4. Menjaga kestabilan lingkungan tambak/kolam selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen terlarut pada dasar tambak/kolam dan pengelolaan pakan.
5. Memaksimalkan produk hasil perikanan yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Antisipasi Dini Penyakit melalui Kebijakan Analisis Resiko Impor (Import Risk Analysis)
Penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat akibat serangan virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi udang dan produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang untuk masuk ke Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak terhadap kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya. Kebijakan Analisa Resiko Impor (Import Risk Analysis) untuk komoditas udang baik dalam bentuk induk, benih maupun produk dimaksudkan untuk menilai resiko terbawanya hama penyakit udang ke Indonesia dikaitkan dengan importasi secara objektif dan transparan sehingga tindakan kesehatan ikan dapat dijustifikasi secara alamiah. Perjanjian WTO (World Trade Organization) mengenai tindakan Sanitary and Phystosanitary (SPS agreement) mengakui secara sah penerapan tindakan-tindakan yang ditermpuh suatu negara untuk melindungi manusia dan hewan terhadap resiko masuknya penyakit.
Analisis Resiko Impor dapat diberlakukan terhadap negara anggota OIE (Office International des Epizooties) atau Badan Kesehatan Hewan Dunia, yaitu meliputi a) jenis atau strain/varietas ikan baru; b) produk perikanan baru; c) jenis ikan berbahaya; d) ikan dan produk perikanan dari negara asal yang memiliki penyakit baru; e) ikan dan produk perikanan dari negara asal yang sedang terkena wabah; f) pertama kali masuk dari suatu negara. Sedangkan bagi negara yang bukan anggota OIE larangan impor dapat diberlakukan terhadap semua produk.
Harapan itu masih ada dan kian terbuka
Lika-liku perkembangan usaha budidaya ikan dengan segenap kompleksitas permasalahan yang mendera pada kenyataannya telah memberikan pelajaran berharga kepada kita stakeholders bahwa semua itu terletak pada kurang pedulinya pelaku usaha budidaya terhadap manajemen budidaya yang lestari dan berkelanjutan. Peningkatan produksi secara besar-besaran akan memicu masalah baru jika pengelolaan budidaya tidak memperhatikan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Ya, mungkin kita harus berlapang dada untuk kembali menuruti pribahasa bahwa “Kegagalan adalah Pengalaman Berharga”.
Konkritnya saat ini bagaimana kegagalan dimasa lalu tersebut tidak menjadi preseden buruk dan terulang pada saat ini dan yang akan datang melalui upaya kerja keras dalam melakukan perubahan secara signifikan melalui penerapan pola manajemen budidaya berkelanjutan (Sustainable Aquaculture). Pembinaan dan sosialisasi pentingnya penerapan teknologi anjuran berbasis CBIB perlu terus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan bukan hanya sebagai tanggungjawab Pemerintah melainkan stakeholders lain dapat secara langsung terlibat dalam upaya yang sama. Kegiatan semisal Temu Lapang merupakan bentuk komitmen pemerintah yang diharapkan akan mampu menumbuh kembangkan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) yang mampu menerapkan standar dan teknologi anjuran untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang berdaya saing.
Komitmen dan konsistensi pelaku usaha budidaya dalam menerapkan prinsip-prinsip CBIB dalam semua tahapan proses produksi mutlak perlu ditanamkan dan diimplementasikan secara nyata, jika tidak ingin masuk ke lubang yang sama, saatnya menatap masa depan bisnis perikanan yang lebih baik.
(sumber: dkp kalbar)

Cara Pengobatan Bakteri Aeromonas Pada Ikan Budidaya

Kali ini saya akan memberikan sedikit informasi mengenai pengendalian penyakit "bakteri aeromonas" pada ikan budidaya. cekidot :
Ikan mati karena serangan bakteri aeromonas merupakan masalah yang sering dihadapi para pembudidaya ikan lele. Bukan hanya ikan lele, aeromonas juga seringkali menyerang jenis ikan lainnya.
Tentu saja serangan bakteri aeromonas pada ikan akan menyebabkan produksi tidak maksimal. Bahkan tak jarang serangan aeromonas mengakibatkan kematian masal pada ikan. Jika demikian bukan untung yang didapat namun malah buntung karena pembudidaya ikan mengalami kerugian.
Serangan aeromonas pada ikan biasanya berhubungan dengan buruknya kualitas air kolam. Selain itu pemicu serangan aeromonas adalah perubahan suhu yang ekstrim serta kepadatan ikan yang terlalu tinggi.
Ikan yang terserang aeromonas akan ditandai dengan gejala sebagai berikut :
  • Terdapat bercak merah pada bagian dada, perut, dan pangkal sirip,
  • Berkurangnya selaput lendir (mucus),
  • Sisik rusak dan rontok
  • Sirip punggung, dada dan ekor rusak dan pecah-pecah, menyebabkan ikan lemah dan kehilangan keseimbangan.

Mengobati Aeromonas Menggunakan Obat Alami
Untuk mengatasi aeromonas, kebanyakan pembudidaya ikan menggunakan obat kimiawi. Kelemahan obat kimiawi adalah apabila digunakan secara terus menerus dalam kurun waktu yang cukup lama dapat berdampak buruk pada lingkungan budidaya itu sendiri.
Selain itu penggunaan obat kimia dengan dosis yang tidak tepat akan menyebakan resistensi pada ikan.
Selain obat kimia sebenarnya pembudidaya ikan dapat menggunakan tepung berbahan daun meniran (Phylanthus urinaria) dan bawang putih (Allium sativum). Daun meniran dan bawang putih iketahui berkhasiat untuk mencegah infeksi virus dan bakteri, serta mendorong sistem kekebalan tubuh.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Dinamella, penggunaan daun meniran dan bawang putih pada ikan yang terkena penyakit Aeromonas dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup ikan hingga 25-30%.
Cara membuat obat dari tepung daun meniran dan bawang putih ini pun relatif mudah. Daun meniran dibersihkan lalu dikeringkan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 – 4 hari. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.
Sedangkan untuk membuat tepung bawang putih diawali dengan mengupas bawang putih dan diiris tipis-tipis. Selanjutnya dikeringkan tanpa menggunakan sinar matahari langsung selama 3-4 hari dan dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 60 oC. Jika sudah kering kemudian dihaluskan degan cara diblender.
Adapun cara pengobatannya adalah dengan mencampur tepung daun meniran dan tepung bawang putih dengan pakan (pellet). Perbandingan daun meniran dengan bawang putih yang digunakan adalah 2 : 1.
Hasil dari pengujian Dinamella, penggunaan dosis 2,1% tepung meniran dan bawang putih yang dicampur pada pakan, efektif untuk pencegahan infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup 25-30% pada ikan yang terinfeksi.

Jumat, 23 Maret 2012

Unsur-unsur penumbuhkembangan kelompok pelaku utama perikanan

Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam penumbuhkembangan kelompok pelaku utama perikanan

  1. Adanya saling mengenal dengan baik antara sesama anggotanya, akrab, dan saling percaya sesama anggota kelompok.
  2. mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha untuk mencapai tujuan bersama.
  3. memiliki kesamaan dalam hal tradisi/ kebiasaan, tempat tinggal/wilayah, jenis usaha, hamparan/ lahan, dan teknologi yang di gunakan. cth : alat tangkap yang digunakan, kapal, dll.
  4. Keanggotaan setiap kelompok berkisar antara 10-25 orang.
  5. Memiliki motivasi dan keinginan untuk berkembang dalam mencapai tujuan.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Pembenihan Ikan Patin Siam

PENDAHULUAN

Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari Thailand dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Sebutan lain Patin Siam adalah lele bangkok atau pangasius dan di negara asalnya disebut ”Pla Sawai”. Karena sudah cukup lama di Indonesia dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan  ikan lainnya, Patin Siam termasuk ikan yang mudah diterima masyarat dan sudah menyebar hampir keseluruh pelosok tanah air. Maka tak heran, di masa yang akan datang ikan ini menjadi salah satu komoditas andalan di Indonesia.

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

Phylum             : Chordata
Sub Phylum      : Vertebrata
Super Class      : Pisces
Class                : Ostechtyes
Sub Class         : Actinopterygii
Bangsa             : Ostariophysi
Marga              : Pangasius
Jenis                 : Pangasianodon hypophthalmus

Badan memanjang, bentuk tubuh pipih, tidak bersisik, kepala kecil, mata kecil, mulut di ujung kepala dan lebar, mempunyai 2 pasang kumis, sirip punggung kecil dan tinggi, mempunyai adipose fin, warna punggung abu-abu kehitaman dan perut berwarna perak. Patin siam merupakan ikan sungai yang banyak ditemukan di Asia Tenggara, seperti Thailand, Kamboja, Laos, Burma, dan Vietnam. Hidup disungai yang dalam, agak keruh, dasar berlumpur, dan 25 s/d 30° C. Patin siam termasuk ikan Omnivora, namun pada saat larva bersifat carnivora. Makanan yang disukainya Brachionus sp., Crustacea, Cladocera. Larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi. Induk Patin siam sudah mulai dapat dipijahkan setelah berumur 4 tahun dan memijah pada musim hujan.  
PEMBENIHAN

Pemeliharaan Induk
Induk-induk dipelihara di kolam khusus dengan kepadatan 1 s/d 2 kg/m2. Makanan yang di berikan berupa pellet sebanyak 3 % per hari dan di berikan 3 kali per hari.
Tanda-tanda induk yang matang gonad :
Betina : perut nampak besar, lembek dan lubang kelamin berwarna kemerahan, diameter telur 1-1,2 mm.
Jantan : Lubang kelamin berwarna kemerahan dan bila di pijit kearah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih (sperma).

Pemijahan
Pemijahan hanya baru bisa dilakukan secara buatan, yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa ikan mas, LHRH-a. Hormon dapat diperoleh dipasaran dengan merek dagang ovaprim.
Induk betina disuntik 2 kali selang waktu 12 jam, penyuntikan pertama ke kedua. Apabila menggunakan kelenjar hipofisa penyuntikan pertama sebanyak 1 dosis, penyuntikan kedua sebanyak 2 dosis, tetapi bila menggunakan LHRH-a (ovaprim) dengan dosis 0,5 cc/kg induk. Penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian.
Induk jantan disuntik satu kali yaitu 1/3 dosis LHRH-a (ovaprim), apabila menggunakan hipofisa sebanyak 1 dosis. Penyuntikan  dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina .
Setelah 6 s/d 12 jam dari penyuntikan kedua, induk betina diperiksa setiap 1 jam sekali, apabila sudah terjadi ovulasi maka dilakukan striping yaitu dengan mengurut bagian perut dari depan kearah lubang kelamin, telurnya ditampung di dalam wadah/baki plastik.
Pada saat yang bersamaan, induk jantan juga distriping dan spermanya di tampung pada mangkok. Kemudian ditambahkan larutan fisiologis (NaCI 0,9 %) serta diaduk menggunakan bulu ayam selama 1 s/d 2 menit.
Campurkan sperma yang sudah diencerkan kedalam telur, kemudian aduk menggunakan bulu ayam sampai merata, kemudian telur ditebar pada tempat penetasan.

Penetasan Telur
Penetasan Telur dilakukan di dalam akuarium yang di lengkapi dengan aerasi dan water heater. Suhunya 27 s/d 29° C. Biasanya telur akan menetas dalam waktu 18 s/d 24 jam. Atau menggunakan corong penetasan tetapi sebelum dimasukan harus dihilangkan terlebih dahulu dayarekat telurnya menggunakan tanin atau cairan tanah lempung.

Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium untuk penetasan, namun sebelumnya air kotor serta sisa telur yang tidak menetas harus dibuang dan diganti dengan air bersih agar kualitas air tetap baik atau dalam bak plastik. Penggantian air harus dilakukan setiap hari sampai larva siap ditebarkan ke kolam. Padat penebaran larva 50 s/d 75 ekor/liter. Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa nauplii artemia sampai berumur 6 hari. Setelah itu larva diberi cacing sutra sampai berumur 14 hari.

Pendederan
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor ke dalam ember, kemudian disebarkan ke seluruh dasar kolam. Dosisnya 50 s/d 100 gram/m2.
Pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam. Dosis pemupukan 500 s/d 1.000 gram/m2, kemudian diisi air setinggi 40 cm. Biarkan kolam selama 4 hari untuk memberi kesempatan pakan alami tumbuh.
Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 s/d 200 ekor/m2.
Pendederan dilakukan selama 21 hari, dan memberikan pakan tambahan setiap hari berupa tepung pellet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.

PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang patin siam adalah parasit. Pencegahan dapat dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3 setiap 10 hari selama masa pemeliharaan. 

Sumber : Laporan PKL 1 BBPBAT Sukabumi 2010

Sabtu, 18 Juni 2011

Konsep Penyuluhan Perikanan di Asia Tenggara


      Sektor perikanan memiliki kekhasan dibanding sektor pertanian dan kehutanan. Kekhasan tersebut diantaranya berkaitan dengan karakteristik sumber daya alam dan lingkungan yang dihadapi terutama dalam usaha perikanan tangkap, sifat komoditas yang diusahakan, dan perilaku pelaku utama dan usaha dalam menghadapi perubahan. Kualitas lingkungan yang menjadi habitat ikan, kondisi sumber daya pesisir, perairan, dan lahan yang berubah dengan cepat, berpengaruh terhadap kualitas hidup manusia baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Untuk wilayah di Asia Tenggara, dari 10 negara yang tergabung di ASEAN, Indonesia merupakan negara terbesar dengan jumlah pulau mencapai 13000 (Hasil Survei terkini dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010 ).
     Fokus kebijakan penyuluhan di beberapa negara ASEAN berkaitan dengan potensi sumber daya perikanan, kebutuhan, kapasitas sumber daya manusia, dan pola kerja sama antara lembaga penelitian dengan penyuluhan. Indonesia, cukup terkemuka dengan pengalaman menerapkan beragam pendekatan penyuluhan sejak zaman pra kemerdekaan sampai zaman milenium ini. Bahkan, Indonesia merupakan negara yang menjadi panutan dalam penerapan metode Sekolah Lapang. Metode ini menjadi teladan bagi beberapa negara baik di Asia maupun di Afrika. Namun, disamping kepopuleran Indonesia dalam Sekolah Lapang dan keberhasilan dalam menerapkan beragam metode baik yang berfokus pada transfer teknologi maupun metode yang lebih berfokus kepada transformasi perilaku (tidak semata transfer teknologi), perkembangan penyuluhan di Indonesia pada akhir 1990 sampai saat ini berfluktuatif. Hal ini berkaitan dengan komitmen para pihak, baik pemerintah maupun swasta, dalam membangun manusia melalui pendekatan pendidikan non formal.
     Konsep penyuluhan baik di Indonesia maupun di negara ASEAN lainnya berpijak kepada tiga pilar sebagai berikut. Pertama, penyuluhan merupakan penyelenggaran sistem pendidikan non formal secara berkelanjutan. Kedua, terjadinya transformasi perilaku pada subyek penyuluhan. Ketiga, adanya pesan/informasi baik berupa inovasi, alternatif solusi, atau perubahan situasi ke arah yang lebih baik atas kondisi yang dihadapi. Dengan demikian, penyuluhan berupaya menjawab persoalan perilaku (behaviour), bukan yang lain. Di lapangan, sering diungkap, ada “persoalan kekurangan modal”. Solusinya bukanlah pada pemberian dana secara cuma-cuma, tetapi penyuluh dan pelaku utama perlu bersama-sama menemukan masalah perilaku berkaitan dengan persoalan tersebut. Dari analisis yang dilakukan bersama, dapat diketahui masalah perilaku yang dapat menjadi program pembelajaran dalam penyuluhan. Misalnya, kekurangan modal disebabkan oleh kesulitan mengakses sumber pendanaan karena tidak dimilikinya aset oleh pelaku utama sebagai agunan, ketidak seimbangan antara pemasukan dengan pengeluaran, terjerat hutang dan sebagainya. Analisis persoalan perlu dilakukan dengan cepat dan ini dapat dilakukan apabila penyuluhan di lapangan berjalan secara berkesinambungan. Dengan demikian, penyuluhan berjalan secara efektif dan efisien, karena program yang sesuai dengan konteks yang dihadapi.
     Di sisi lain, terdapat beragam pemaknaan tentang penyuluhan, ada yang menganggap penerangan, ceramah, dan sosialisasi saja sudah identik dengan penyuluhan. Ada yang beranggapan, penyuluhan adalah pemaksaan, dan merupakan „obat‟ atas beragam persoalan manusia. Undang-undang Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, memberikan batasan penyuluhan sebagai “proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.” Jadi, penyuluhan sesungguhnya upaya pengembangan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha agar mandiri, untuk hidup lebih sejahtera secara berkelanjutan. Edukasi merupakan pendekatan penyuluhan. (Siti Amanah, 2011)

Selasa, 07 Juni 2011

Pembenihan Ikan Nila

PENDAHULUAN


       Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di asia tenggara ikan nila banyak dibudidayakan, terutama di Philipina, Malasya, Thailand dan Indonesia. Ikan ini sudah tersebar hampir keseluruh pelosok tanah air. Menurut sejarahnya, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke balai penelitian perikanan Bogor pada tahun 1969, setahun kemudian ikan ini mulai disebarkan ke beberapa daerah. Pemberian nama ikan nila berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun 1972, nama tersebut diambil dari nama Spesies ikan ini, yakni Nilotica yang kemudian di ubah menjadi nila. Maka dalam budidaya ikan sudah lama dikenal banyak orang, namun metode yang digunakan masih bersifat tradisional dan sederhana. Untuk meningkatkan produksi ikan perlu kiranya dilakukan pengembangan dibidang budidaya ikan.Pembenihan merupakan mata rantai awal dalam kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan benih hingga ukuran tertentu. Kegiatan ini dimulai dengan persiapan kolam, penyediaan induk, pemeliharaan induk, pemijahan, pemeliharaan larva, pengendalian hama dan penyakit hingga pemanenan. Salah satu peranan pembenihan yaitu menghasilkan benih hinga ukuran konsumsi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber protein hewani dalam menu makanan sehari-hari.

Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Nila
       Klasifikasi ikan nila, menurut Amri dan Khairuman (2003), adalah sebagai berikut :¨      
ikan nila
Filum                 : Choordata¨      
Sub Filum         : Vertebrata¨      
Kelas                : pisces¨     
Sub kelas         : Acanthoptherigii¨      
Ordo                  : Percomorphi¨      
Sub ordo           : Percoidea¨      
Famili                : Cichlidae¨      
Genus               : Oreochromis¨      
Species            : Oreochromis niloticus


       Awalnya ikan nila dimasukkan ke dalam tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan larva di dalam mulut induknya. Dalam perkembanganya para pakar menggolongkan ikan nila ke dalam jenis Saroterodon niloticus atau kelompok ikan nila tilapia yang mengerami telur dan larva di dalam mulut induk jantan dan betina, akhirnya diketahui bahwa yang mengerami telur dan larva ikan nila hanya induk betina. Para pakar perikanan kamudian memutuskan bahwa nama ilmiah yang tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. Nama nilotica menunjukkan tempat ikan ini berasal, yakni sungai nil dan benua Afrika. Secara alami ikan ini imigrasi dari habitat aslinya, yakni dibagian hulu sungai nil yang melewati ke arah selatan melalui danau Raft dan Tanganyika. Selain itu ikan nila juga terdapat di Afrika bagian tengah dan barat. Populasi terbanyak ditemukan di kolam – kolam ikan di Chad dan Nigeria, dengan campur tangan manusia saat ini ikan nila telah menyebar ke seluruh dunia sampai pelosok daerah terpencil.Ikan nila mempunyai bentuk badan agak memanjang dan pipih kesamping, warna hitam agak keputihan, sisik tersusun rapi. Mata ikan menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiruan. Ikan nila tergolong dalam omnivora, yaitu pemakan segala.

Kebiasaan Hidup di Alam           
       Ikan nila merupakan ikan sungai atau danau yang sangat cocok dipelihara diperairan tenang, kolam maupun reservoir. Toleransi terhadap kadar garam/ salinitas sangat tinggi. Selain pada perairan air tawar, ikan ini juga sering ditemukan hidup dan berkembang pesat pada perairan payau, misalnya tambak (Sukma, 1984).

Kebiasaan makan/ feeding habits  
      Diperairan alam, ikan nila memakan plankton, Perifiton atau tumbuhan air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan. Dari pemeriksaan secara laboratories pada perut ikan nila ditemukan berbagai macam jasad seperti Scenedemus, Detritus, Alga benang, Rototaria, Anabaena, Arcella, Copepod dan sebagainya. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila ini kebiasaan makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila lebih suka mengkonsumsi Zooplankton seperti Rotatoria, Copepod dan Cladocera (Khairuman, 2003).

Pembenihan Ikan Nila

A.  Persiapan Kolam
        Persiapan kolam pemijahan dimulai dari pengeringan kolam yang dilakukan 2- 3 hari. Pengeringan kolam ini dilakukan sampai dasar kolam  pecah– pecah. Selanjutnya dilakukan perbaikan pematang, kemalir, penutupan kebocoran yang mungkin terjadi. Sebaiknya dasar kolam dicangkul dan dibalik sedalam 30 cm dan menyingkirkan bahan dasar organik yang ada di dasar kolam akibat dari kelebihan pakan  yang berlebihan. Selanjutnya dilakukan pengapuran dengan tujuan untuk memberantas hama dan penyakit dengan menggunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha. Selanjutnya, dilakukan pemupukan yang bertujuan untuk menumbuhkan pakan organik. Pemupukan dengan menggunakan bahan organik berupa kotoran ternak sebanyak 250 – 1.000 gram/m2. Selain pengkapuran dan pemupukan, kolam dapat juga di berikan saponin. Kemudian terakhir adalah pengairan, yaitu pengisian air secara bertahap, mula-mula diairi sedalam  5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar terjadi mineralisasi tanah dasar kolam, lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80-100 cm, kemudian kolam siap ditebari induk ikan (Suyanto 2010).

B.  Persiapan Induk
        Keberhasilan pembenihan nila tergantung dari kualitas induk. Apabila kualitas induk baik, maka benih yang dihasilkan akan baik pula. Tanda – tanda induk yang mempunyai kualitas baik antara lain: badan sehat, bentuk badan normal, gerakan lincah serta mempunyai respon yang baik terhadap lingkungan. Disini akan dilihat perbedaan kelamin antar nila yang jantan dan betina. Ikan jantan memiliki warna lebih cerah dari yang betina, alat kelaminnya terdapat pada satu lubang yang menghasilkan sperma, bila bagian perut diurut akan mengeluarkan sperma berwarna putih. Sedangkan pada nila betina memiliki warna tubuh agak gelap, alat kelamin berlubang dua, yaitu untuk air seni dan untuk mengelurkan telur, tubuh relatif pendek (Amri dan Khairuman, 2003).


Ciri- ciri induk matang gonad yaitu :
1).   Ciri induk jantan matang gonad
·   Dagu berwarna kehitam– hitaman
·   Sirip punggung dan ekor berwarna abu-abu kemerah– merahan
·   Alat kelamin meruncing
·   Gerakan agresif
2).   Ciri induk betina matang gonad
·   Dagu berwarna cerah, keputih – keputihan
·   Sirip punggung dan ekor berwarna abu-abu pucat pudar
·   Alat kelamin lebar dan meruncing
·   Gerakan lamban
Sumber : LRPBPAT Sukamandi (2010)


C.  Pemeliharaan Induk
      Suyanto (2010) padat penebaran pada nila jantan dan betina adalah 1 – 2 ekor/ m2. Pemisahan induk jantan dan betina bertujuan untuk memudahkan seleksi induk serta untuk memudahkan dalam membedakan induk yang sudah maupun yang belum dipijahkan. Untuk pemeliharaan induk , kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan. Selain itu, pemberian pakan tambahan harus mencukupi agar perkembangan gonad optimal. Pakan tambahan yang mencukpi sekitar 3% dari bobot total yang dipelihara. Air juga diusahakan harus tetap mengalir. Induk yang akan dipijahkan harus dipilih dahulu yaitu dengan berat 200 – 300 gram untuk betina dan 300 gram untuk jantan.

D.  Pengelolaan Pakan dan Air           
       Dosis pemberian pakan adalah 3% dari bobot biomas untuk lima hari pertama pemijahan dan 2-2,5% untuk lima hari berikutnya sampai panen larva. Penurunan dosis pemberian pakan ini disesuaikan dengan kondisi bahwa sebagian induk betina sedang mengerami telur dan larva. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung protein ( 28 - 30%). Selama pemijahan debit air diatur dalam dua tahap, yakni 5 hari pertama lebih besar dibandingkan 5 hari kedua. Debit air dalam 5 hari pertama adalah dalam rangka meningkatkan kandungan oksigen dalam air, memacu nafsu makan induk disamping mengganti air yang menguap. Dengan demikian air yang mengalir ke kolam terlimpas ke luar kolam melalui saluran pengeluaran. Sedangkan untuk 5 hari kedua debit air hanya dimaksudkan untuk mengganti air yang terbuang melalui penguapan sedemikian rupa tanpa melimpaskan air ke luar kolam. Hal ini untuk menghindari hanyutnya larva juga menghindari limpasnya pakan alami yang terdapat di kolam pemijahan, sebagai makanan awal bagi larva (Amri dan Khairuman, 2003).          
     Dosis pemberian pakan 3% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Sedangkan pakan untuk larva yaitu menggunakan pakan alami yang tersedia di kolam pemeliharaan larva. Kualitas air diukur dengan menggunakan alat yang disebut water quality checkerWater quality checker ini berfungsi untuk mengukur kualitas air disuatu perairan, alat ini dapat mengukur beberapa parameter yaitu mengukur kadar oksigen (DO) terlarut, suhu dan pH.       
a. Suhu                
     Suhu merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan hidup ikan. Ikan nila merupakan jenis ikan yang tolerannya tinggi terhadap perubahan suhu. Berdasarkan pengukuran dengan alat water quality checker pada kolam pemeliharaan dan pemijahan nila suhunya sangat baik yaitu pada kisaran 26.60 C – 31.60 C.       
b.  DO (Dissolved oxygen)                 
     Ikan memerlukan oksigen untuk pernafasan agar ikan dapat hidup normal. Kandungan oksigen dalam air tidak boleh kurang dari 3 mg/l. Sumber oksigen dalam air berasal dari proses fotosintesis. Sumber lain yaitu berasal dari difusi udara. Berdasarkan pengukuran dengan alat water quality checker diperoleh DO berkisar antara 6.72 – 7.89 mg/l.       
c.  pH (derajat keasaman)                 
    pH digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik dan buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup. Sehubungan dengan itu, Jangkaru (1984) mengatakan bahwa perairan yang ber-pH rendah(asam) dianggap tidak produktif. Kegunaan dari mengetahui pH adalah untuk memastikan apakah perairan tersebut baik atau tidak untuk digunakan dalam kegiatan budidaya.


E.  Penebaran induk
        Induk jantan dan betina yang akan dipijahkan, ditebarkan secara bersamaan. Padat tebar induk ikan nila adalah perbandingan induk jantan dan betina 1 : 3 – 1 : 5, artinya untuk luas kolam lebar 50 m panjang 100 m bisa ditebarkan induk sebanyak 300 ekor induk jantan dan 900 ekor induk betina. Selama berada di kolam pemijahan, induk diberi makan berupa pakan (pellet) dengan dosis 3% bobot total/hari (Suyanto, 2010).

F.  Pemijahan dan Penetasan Telur
        Selama persiapan kolam, induk jantan dan betina dipisahkan agar tidak terjadi perkawinan dini. Ikan nila akan memijah setelah 5 – 6 bulan karena sudah matang gonad. Biasanya berat induk betina mencapai 200 – 500 gram dan induk jantan 250 – 300 gram. Ikan nila yang sudah ditebarkan biasanya memijah setelah seminggu sejak penebaran induk. Kolam yang digunakan untuk pemijahan harus memenuhi persyaratan yaitu air yang berkisar 40 – 60 cm serta dasar kolam sebaiknya berpasir. Pada saat sudah mulai memijah ikan nila jantan akan membuat lubang berupa cekungan di dasar kolam. Setelah cekungan selesai, maka pasangan nila pada sorenya akan memijah dicekungan itu. Setelah induk betina sudah matang gonad, cekungan tadi akan dibuahi oleh induk jantan. Telur yang dibuahi akan dipungut oleh betina dan dikulum dalam mulutnya. (Depertemen Kelautan dan Perikanan, 2003).            
      Telur menetas setelah 2 hari. Anak nila (burayak) yang baru menetas masih mengandung kantong kuning telur.  Ukuran burayak yang baru menetas antara 0.9 – 1 mm. Burayak ini masih terus tinggal didalam mulut induk hingga berumur 5 – 7 hari sampai kuning telurnya terserap habis. Setelah itu burayak mulai mencari makan diluar mulut induknya (Suyanto, 2010).

G.  Hama Dan Penyakit
         Hama juga dikenal sebagai predator atau pemangsa. Hama berupa hewan, baik yang hidup didalam air maupun yang hidup didarat. Hama yang menyerang ikan nila antara lain ular, lingsang, kodok dan burung. Hama dapat ditanggulangi dengan membasmi hama tersebut ataupun dengan cara memasang perangkap. Kegiatan yang paling efektif adalah melokalisir seluruh areal perkolaman dengan pagar tembok sehingga hama tidak dengan mudah masuk keareal perkolaman. Sedangkan penyakit yang sering timbul pada ikan nila yaitu penyakit pada insang, gejala yang terlihat adalah pada bagian tutup insang terjadi pembengkakan, lembar insang pucat, kenudian penyakit pada organ dalam, gejala yang terlihat adalah perut ikan membengkak, sisik berdiri dan ikan tidak gesit. Untuk menaggulangi penyakit tersebut dilakukan dengan cara direndam dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 30-60 menit dengan dosis 2 gram/10 liter air. Pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

H.  Pemanenan Larva            
      Larva dipanen setelah induk melepaskan burayak dari dalam mulutnya. Pemanenan ini harus dilakukan pada saat tepat (paling lambat dua hari setelah dikeluarkan dari mulut induk). Waktu panen yang ideal dilakukan pada pagi hari ketika oksigen (O2) dalam jumlah banyak. Setelah burayak kuat berenang, induk nila mulai meninggalkan anaknya. Pada saat ini, sebaiknya mulai mengambil tindakan untuk memanen. Gerombolan burayak diserok menggunakan seser, biasanya tidak dapat menangkap semua burayak. Oleh karena itu, pemanenan dilakukan dengan mengeringkan kolam. Pengeringan kolam dilakukan pagi atau sore hari agar burayak tidak lemah karena tersinar matahari. Burayak kemudian dipindahkan ke kolam pendederan, sedangkan induknya dipindahkan ke kolam lain (Suyanto, 2010).

I.  Pemeliharaan Larva           
      Kolam pemeliharaan burayak disebut juga pendederan atau ipukan. Kolam ini berfungsi sebagai tempat pemeliharaan burayak nila yang sudah lepas dari asuhan induknya. Burayak yang telah lepas ini sudah mulai mencari makan sendiri, tetapi masih lemah dan belum dapat berenang cepat. Tempat pendederan ini dapat berupa kolam tanah, kolam atau bak semen yang dasarnya tanah ataupun semen. Dapat juga digunakan keramba jaring apung dengan mata jaring lebih kecil dari kasa nyamuk agar burayak tidak lolos. Luas kolam pemeliharaan sebaiknya tidak lebih dari 100 m2 untuk memudahkan pengendalian hama. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Padat penebaran 200 ekor/m2. Lama pemeliharaan burayak di dalam kolam ipukan antara 2-4 minggu. Pada saat ini benih ikan telah berukuran 3-5 cm. ukuran benih itu sudah dapat dijual atau dipindahkan ke dalam kolam pemeliharaan benih. Pada kolam tanah yang subur, banyak pakan alami sehingga tanpa diberi pakan tambahan pun burayak cepat tumbuh. Oleh karena itu, ipukan harus diberi pakan yang kuantitas dan kualitasnya cukup baik untuk memacu pertumbuhan burayak (Suyanto, 2010)